Jana Gana Mana
Film India Jana Gana Mana aku tonton di Netflix, bagiku durasi menonton film India itu ya 3 jam justru agak heran bila menemukan film India under 3 jam meski saat ini ada banyak ya kan? Jana Gana Mana sendiri berdurasi 165 menit, masih ada adegan bernyanyi yang kalau diskip akan terlewat isi ceritanya. Seperti ciri khasku yang tak membahas cinematography serta para pemain karena aku lebih menyukai alur cerita, aku nggak mau alur ceritanya dipengaruhi keindahan yang tak semestinya, sebuah film akan bagus alurnya meski tanpa pemeran dan pemandangan yang keren, yah mungkin karena aku lebih suka membaca. Jana Gana Mana judul film ini merupakan penggalan lirik di lagu kebangsaan India, bila diartikan menurutku “pikiran manusia” dan sepanjang menonton film ini membuat aku jadi mempertanyakan “apakah isi kepala kita itu adalah kebenaran yang ingin kita yakini?”
Social Media Justice
Sepanjang menonton film ini aku tersadar bahwa isi kepala kita sudah diatur oleh beragam konten, kita agak susah membedakan kebenaran, bahkan beberapa orang langsung membuat kesimpulan sebuah kebenaran yang harus diyakini hanya dari sebuah artikel. Tak ada lagi keinginan untuk mencari tahu kebenaran artikel tersebut, apalagi kalao sudah menjadi trending topic maka kita seperti terseret dalam keyakinan bahwa itu adalah benar. So beruntunglah kalian bila masih mempertanyakannya dan mau mencari tahu apa itu kebenaran.
Film Jana Gana Mana berkisah tentang kisah kematian seorang dosen perempuan bernama Saba Mariyam, kisah kematiannya menjadi berita headline. Profesor Saba ditemukan sudah tak bernyawa, diperkosa dan jasadnya dibakar, begitu isi berita yang ada disurat kabar dan sosial media dan menjadi kebenaran yang diyakini oleh orang banyak termasuk Ibunya dan mahasiswanya. Se-India merasa marah mendengar berita viral ini dan menimbulkan gejolak politik sehingga Kepolisian harus membentuk tim khusus dan terpilihlah seorang polisi bernama Sajjan. Sajjan mendatangi keluarga korban dan berjanji akan menangkap pelaku kejahatannya dalam 30 Hari. Sounds familiar ya? dan bener saja di hari ke 24 Polisi menangkap empat pelaku kejahatan tersebut berkat adanya seorang saksi yang melihat mayat Saba dibakar dan dia mengenali salah satu pelaku lewat poto yang sudah dipersiapkan Sajjan.
Begitulah peranan media kini, menggiring opini menjadi sebuah kebenaran, Dan sebagai manusia yang fitrahnya kita diajak berpikir dan menguasai pikiran kita malah ikut hanyut dalam arus media sehingga penghakiman massa menjadi sebuah kebenaran, tak ada lagi jalur hukum untuk ditelusuri, headline sebuah berita langsung bisa menjadi keputusan. Film ini cocok banget dengan situasi politik kita ditanah air, ada banyak kejadian penghakiman hanya karena viral di sosial media.
Kebenaran Akan Bicara
Jana Gana Mana juga membuat aku yakin bahwa cepat atau lambat sebuah kebenaran akan muncul, setelah Sajjan menangkap pelaku media kembali heboh dan Sajjan menjadi pahlawan. Masyarakat menginginkan keempat pelaku segera dijatuhi hukuman, namun ternyata Kepolisian menginginkan Sajjan melepaskan kasus ini, disisi lain seorang Menteri meminta Sajjan langsung menembak mati pelaku. Skenario pelaku hendak melarikan diri lalu di dor kembali trending dan ternyata berita ini memuaskan masyarakat, semua bilang Polisi hebat karena tegas. Keesokan harinya Sajjan mendapat kabar bahwa anaknya mengalami kecelakaan dan dia menyadari bahwa meski Sajjan mengikuti perintah atasan tetap saja dia akan ditinggalkan. Hal inilah yang membuatnya memberikan bukti-bukti pembunuhan Profesor Saba ke anak buahnya, lewat anak buahnya ini Sajjan diadili karena dianggap membunuh Hak Azasi Manusia para pelaku, bagaimana bisa tanpa masuk persidangan tapi pelaku sudah ditetapkan bersalah dan dibunuh.
Media Ada Untuk Mengatakan Kebenaran atau Yang Dikatakan Media Itu Benar?
Aravind adalah pengacara para pelaku kejahatan, dia juga merupakan korban ketidakadilan, korban vonis media. Terpincang Aravind memulai dialog dan disinilah kita akan merasakan emosi, betapa kita sudah mengabaikan hukum, betapa kita meyakini kebenaran hanya karena viral. Aravind menanya kepada Ibu Saba “darimana Ibu tahu kalau Saba diperkosa?” terbata sang Ibu menjawab “Media” Aravind juga menanyakan kepada saksi “mengapa dia meyakini ada 4 pelaku?” sementara diketahui keempatnya tidak bisa menyetir, lagi terdiam karena ternyata ada 5 pelaku. Seorang aktivis juga ditanyai Aravind mengapa dia hanya membahas kematian Saba? Siapa Saba? Dan terhenyak dijawab “karena se-India membicarakan kasus ini” sementara ada banyak kasus perkosaan yang terjadi mengapa tak dibahas road show di televisi? Karena nggak viral, ucap Aravind.
Plot Twistnya ternyata yang membongkar kebenaran ini adalah Sajjan, namun untuk keselamatan dia dan anaknya dia meminta anak buahnya menyampaikan kepada Aravind semua bukti yang ada bahwa kematian Saba sebenarnya adalah aksi balas dendam rekan sejawatnya. Saba ingin membela mahasiswa miskin, di kampus tempat Saba mengajar masih ada diskriminasi terhadap mahasiswa miskin dan mengakibatkan mereka lama lulus dan berakhir bunuh diri. Saba nggak ingin kampus melakukan diskriminasi, Saba Vokal dibeberapa kegiatan kampus dan tentu saja Dekan nggak suka karena bisa berimbas jeleknya nama kampus.
Dosen yang mendiskriminasi ini terusik lalu dia menabrak Saba, disaat bersmaan seorang Menteri yang ingin mencalonkan diri jadi Capres sedang mengalami penurunan elektabilitas sehingga ketika anak buah Sajjan menelepon ada kasus tabrak lari dengan korban meninggal muncullah ide Sajjan untuk membakar Saba lalu dijadikan headline dengan kematian kasus perkosaan supaya sang Menteri mendapatkan suara lagi. Media heboh dan tokoh publik yang pertama kali berempati adalah Si Menteri yang mau nyapres. Kejadian seperti ini bisa jadi sudah kita alami, Film Jana Gana Mana mengajak kita kembali kepada fitrah pikiran manusia, bahwa pikiran yang diberi tuhan harus kita gunakan untuk memikirkan hal terbaik, pikiran harus kita kuasai dan kendalikan. Jangan biarkan pikiranmu dikuasai orang lain!
“Does the media exist to tell the truth or is it that whatever the media tells is true?” – Aravind