Aku lahir di Panyabungan, sebuah kota kecil di daerah Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Adanya pemekaran wilayah kini Panyabungan termasuk kedalam Mandailing Natal atau sering disebut Madina.
Panyabungan bukanlah kampung halaman keduaorangtua ku melainkan Papa hanya ditugaskan disini dan di kota ini aku dan seorang adikku lahir. Aku pun tidak menikmati masa kecil ku di kota ini karena Papa kerap berpindah tugas. Tahun 1992 aku berusia 13 tahun, Papa ditugaskan ke Tapanuli Selatan, kalau dulu di kota Panyabungan tapi saat itu kami berada di Koata Padang Sidimpuan. Meski sama-sama kota kecil namun Padang Sidimpuan jauh lebih ramai daripada Panyabungan.
Padang Sidimpuan – Panyabungan bisa ditempuh dalam satu jam perjalanan, dulu setiap weekend bisa dipastikan Papa-Mamak selalu mengajak kami wisata dan kali ini Papa mengajak mampir ke kota kelahiranku. Ternyata di Panyabungan saat itu destinasi wisatanya ada bendungan dan agak kepelosok ada sebuah kolam air panas konon katanya ini adalah sebuah legenda, kisah yang tak pernah usang.
Tahun 1992 pertama kalinya aku mengetahui bahwa ada kisah anak durhaka di kota kelahiranku mirip kisah anak durhaka di Sumatera Barat si Malin Kundang. Sampuraga begitulah nama anak durhaka di kota kelahiranku ini, Sampuraga adalah anak yang sangat rajin, jujur dan sayang kepada Ibunya yang sudah lama menjanda. Keduanya tinggal di Desa Padang Bolak.