Akhir-akhir ini sering ya membaca ulasan terkait Inner Child, nah sebagai penikmat drakor ada banyak drama korea yang menceritakan kesehatan mental. Tampaknya Korea sangat peduli dengan isu kesehatan mental karenanya banyak drakor yang mengangkat kisah inner child. Drakor ongoing Thirty Nine saat ini juga memperlihatkan adanya isu inner child pada salah satu pemainnya yaitu Cha Min Joo. Meski dia dicintai keluarga angkatnya, tumbuh menjadi perempuan mandiri dan sukses berkarir nyatanya membuat dia tetap tak percaya diri karena masa lalunya. Bertahan menjalani hidup dengan rasa penasaran “mengapa aku dibuang, siapa Ibu Kandungku?” dan begitu mendapati kenyataan dia justru makin tak percaya diri terutama dihadapan pria yang dia cintai. Begitulah inner child mempengaruhi seseorang, lantas apakah inner child hanya tentang luka batin?
Sabtu kemarin aku dan beberapa teman blogger yang tergabung di Komunitas Indonesian Social Blogpreneur (ISB) mengikuti webinar bertajuk “Bertemu dengan Inner Child”, webinar ini menghadirkan Teh Diah dan suaminya Dandy mereka adalah founder dari Dandiah Care Center. Menurut Teh Diah Inner Child itu adalah sifat kekanakan yang ada pada diri orang dewasa (usia 21 tahun), lalu apakah inner child itu selalu negatif? Tentu saja tidak, karena sifat kanak-kanak seperti tak takut akan apapun bisa saja muncul pada sosok seorang dewasa dan tentu saja ini positif karena bisa menghadrikan semangat. Namun bila inner child itu muncul pada usia remaja maka Teh Diah lebih mengarahkan ini kepada salah pola pengasuhan berarti ada luka batin pada si remaja yang membuatnya salah dalam berprilaku. Bagaimana mengatasinya? Tak ada yang lebih tahu selain diri kita karena itu menghadapi inner child pilihannya hanya ada pada kita, mau dirangkul atau dilawan? Efeknya tentu saja berbeda. Dari penjelasan Teh Diah akupun melihat ke dalam diriku, bahwa inner child yang ada pada diriku sejak awal sudah aku putuskan untuk dirangkul, sejak awal aku menerima keberadaan orang tuaku tanpa ekspektasi apapun karenanya dari setiap luka batin (mungkin) hanya ada sisi positif yang aku simpulkan, seperti ketika Mamak Papa berdebat aku menyaksikannya dan langsung membuat kesimpulan “sikap Mamak tak selayaknya begitu, sikap Papa juga tak seharusnya demikian” dari mereka aku belajar banyak dan itu aku terapkan ke dalam rumah tanggaku.
Drakor dan Inner Child
Kembali ke Drakor! Saat ISB memberikan challange menulis dengan tema inner Child jujurly yang terlintas adalah banyaknya drakor yang membahas inner child, bahkan saat ini drakor on going seperti Thirty Nine dan Millitary Presecutor Doberman juga mengangkat isu inner child, bahkan Doberman dikisahkan anak yang melupakan inner childnya namun ketika sudah menjadi Jaksa Militer inner childnya membuatnya bertekad untuk menjadi Jaksa Militer korup karena dia membenci militer setalah Ayah dan Ibunya meninggal, dalam perjalanannya ternyata sebuah fakta mengejutkan membuat dia justru berbalik arah menjadi Jaksa Militer yang baik dan ini dipicu oleh inner child yang sama. Beberapa waktu lalu juga Through The Darkness membahas profiler yang mewawancarai apra prilaku krimila dan bila ditarik benang merah semua pelaku kejahatan mengalami inner child, mereka mengaku berbuat jahat karena mengalami luka batin salah pola pengasuhan seperti yang disampaikan Teh Diah. So benar banget kalau ada inner child yang melukai kalian saat dewasa sebaiknya rangkullah, terima dan ubah menjadi semangat. Aku juga belajar dari banyak orang bahwa semakin kita membenci pola asuh orang tua kita maka kita akan semakin dekat dengan pola asuh tersebut. Karenanya jangan membenci lebih baik ubah menjadi hal positif.
Drakor It’s Okay To Not Be Okay juga mengisahkan pemerannya diusia dewasa masih terperangkap inner child lalu pertemuan mereka justru jadi saling menguatkan bahwa kita akan baik-baik saja meski tak sempurna. Atau ada lagi drakor Hello Me yang menceritakan Ban Ha Ni pemeran utamanya tumbuh dewasa menjadi orang biasa saja padahal masa remajanya dia adalah bintang sekolah, karena kecelakaan ayahnya meninggal dan dia menganggap itu salahnya. Bagaimana drama ini membuat Ban Ha Ni merangkul inner childnya? Drama ini membuat alur cerita travel time dimana Ban Hani bertemu dengan masa kecilnya disaat dia penuh semangat, gadis yang ceria dan Ban Ha Ni dewasa bisa kembali percaya diri setelah bertemu dengan dirinya masa remaja.
Dandiah Care Center menyediakan layanan konsultasi bagi kita yang belum bisa berdamai dengan inner child dan membuka kelas untuk menjalankan pola asuh penuh cinta, menurut Teh Diah ada 5 tanda seseorang mengalami luka batin atau belum berdamai dengan inner childnya yaitu : Tidak Percaya Diri, Terlalu Kompetitif, Mudah Merasa Takut, Sering Merasa Bersalah dan Memiliki Emosi yang Tidak Stabil. Sementara itu penyebabnya bisa saja kekerasan fisik maupun verbal, seksual dan emosional. So sebagai orang tua zaman now memang tantangannya berat karena itu Teh Diah bersama Suaminya mengingatkan bahwa sebagai orang tua kita harus tahu hak-hak anak seperti : Hak anak untuk hidup dan tumbuh, Hak untuk mendapatkan perlindungan, Hak untuk mendapatkan nafkah, Hak untuk mendapatkan pendidikan, Hak untuk mendapatkan keadilan, Hak mendapatkan cinta kasih dan Hak bermain. Aku pribadi tidak terlalu berusaha keras, menurutku selama kita memberikan Hak maka kita juga bisa memberikan pemahaman kepada anak tentang kewajiban mereka. Beruntung di sekolah juga lewat mata pelajaran Tematik anak-anak sudah paham apa kewajibannya, jadi tinggal kita poles lalu seringlah ajak anak berdiskusi karena aku percaya bagaimanapun maksimalnya kita selalu bisa menghadirkan luka batin pada anak, kalau sudah terjadi maka jangan ragu untuk menyelesaikannya supaya anak tidak terperangkap dengan luka batinnya.
Karena kita hanya manusia so It’s Okay To Not Be Okay
Literasi dalam drama korea hebat ya. Kesehatan mental jadi tema yg menarik utk drakor. Aku baru ngeh drama yg pernah kutonton jg ada inner childnya. Its
Ok 😄